Rabu, 21 Oktober 2015

Ketahanan Energi Indonesia


Dunia sedang menghadapi ancaman krisis energi global. Hal ini tentunya berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup manusia karena aktifitas manusia sekarang ini bergantung pada energi. apabila energi tersebut tidak terpenuhi maka segala aktivitas manusia akan lumpuh.
Berdasarkan data IMF, sampai dengan tahun 2035, dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil. Banyak event-event geopolitik yang memperlihatkan bahwa ketahanan energi menjadi isu utama di masa depan. Kejadian ini diakibatkan karena energi yang ada di alam semakin menipis.
 Indonesia, negara yang katanya kaya akan sumber daya alam, sekarang cadangan energinya semakin menipis yang disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya subsidi energi dari pemerintah yang sangat besar mencapai 25,2% sebanyak 300 triliyun rupiah (APBN-P 2013). Akibatnya, masyarakat dengan mudah memperoleh BBM dengan harga yang murah.
Selanjutnya, APBN-P ini mendapat persetujuan dari DPR pada tanggal 17 juli 2013 dengan menaikan harga BBM sebesar 44,4% untuk premium dan 22,2% untuk solar bersubsidi. Kenaikan BBM yang tinggi ini diikuti dengan tambahan subsidi berupa pemberian bantuan langsung subsidi minyak (BLSM) Rp.9,3 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) dengan biaya cadangan BLSM Rp. 360 miliar.
Efek jangka pendek dari menaikan harga BBM adalah menurunkan konsumsi BBM bersubsidi tetapi realitanya malah membuat masyarakat menjadi susah. BBM menjadi langka, banyak SPBU tutup sementara akibat stok dari pemerintah di batasi.
Pada tahun 2010 energi nasional masih didominasi oleh mineral dan batubara (Minerba) dengan postur sebesar 94,3%. Kontribusi minyak bumi di dalam skema kebijakan energi nasional harus di turunkan dari 54,78% di tahun 2005 menjadi sekitar 20% di tahun 2030 dan 2050. Penurunan ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kebutuhan kita terhadap energi fosil.
Berdasarkan peristiwa di atas, pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya meningkatkan peranan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). EBT sendiri di harapkan dapat mengambil peran yang semakin signifikan dalam bauran energi nasional tetapi kontribusi EBT dalam bauran energi nasional kurang mengembirakan. Pencapaian EBT di 2011 dalam bauran energi nasional baru mencapai 4,2% atau 1,5% lebih rendah dari proyeksi (KESDM.2006). Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya-upaya percepatan perkembangan EBT untuk memberikan kontribusi 25% terhadap bauran energi tahun 2025.
Solusi Kelangkaan Energi
Krisis energi memang sudah di depan mata. Namun, bersikap panik bukanlah tindakan yang tepat. Sejumlah langkah antisipatif bisa menjadi solusi. Salah satunya adalah energi bersih yang bersahabat dengan alam. Energi bersih menjadi pilihan logis seiring makin menipisnya sumber energi berbahan fosil. Investasi energi bersih dari tahun ke tahun meningkat. Plus, energi bersih mampu, setidaknya, menekan perubahan iklim dan pemanasan global.
Soal energi bersih, Indonesia dianugerahi bahan baku yang berlimpah. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan lainnya, seperti biofuel dan bioethanol. Biofuel dan bioethanol merupakan energi alternatif pengganti bensin dan solar. Keduanya terbuat dari sumber yang terbarui seperti minyak sayur dan lemak hewan.
 Perkembangan bahan bakar ini telah menjadi bagian dari rancangan Indonesia untuk mengurangi impor energi dan meningkatkan standar kualitas udara. Rencana untuk memproduksi 10 persen campuran bahan bakar ethanol tinggi pada 2020 telah menggantikan impor minyak tanah sebesar lebih dari 30 juta barel per tahun, umumnya untuk transportasi yang ada di Indonesia. Selain itu Indonesia masih punya sumber-sumber energi terbarukan lainnya. seperti tenaga hidro, tenaga laut, anginlaut, dan tenaga surya.
Sekarang tinggal bagaimana cara kita mengelola ini semua. Menurut Menteri ESDM,  Jero Wacik pemanfaatan energi baru terbarukan sudah saatnya dioptimalkan. Beliau berpendapat dengan pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan,  merupakan jawaban terhadap semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia, ditengah semakin menurunnya cadangan energi berbasis fosil yang tidak terbarukan. Untuk itu. di perlukan suatu kerja sama antar pemangku kepentingan di bidang energi, seperti pemerintah, investor, praktisi lingkungan, akademisi, media massa hingga masyarakat umum. Maka dari itu, semua pemangku kepentingan ini harus berkolaborasi dan saling mendukung. Misalnya, pemerintah, harus membuat peraturan yang mendukung iklim investasi. Di pihak lain, para investor bersedia untuk menanamkan modal atau mentransfer teknologinya. Kalangan akademisi pun bisa berkontribusi dalam riset dan penelitian. Media massa atau masyarakat luas juga bisa menyampaikan saran serta kritiknya.
Harapan di Tangan Pemerintah
Meningk penggunaan energi terbarukan yang terbukti lebih “bersih” daripada energi konvensional, tak terlepas dari peran pemerintah. Sebagai penentu kebijakan, pemerintah suatu negara dapat mengarahkan strategi atau program energi dalam negeri. Namun, kebijakan belum cukup bila tidak disertai dengan komitmen tinggi.
 Pemerintah Indonesia juga telah memulai usahanya dalam kebijakan energi. Pemerintah, sebagai contoh, saat ini tengah gencar-gencarnya mengkampanyekan hemat energi dan penggunaan energi bersih. Seiring dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mengembangkan Inisiatif Energi Bersih untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil.
Ini sesuai dengan komitmen Presiden Republik Indonesia (RI) untuk menurunkan
emisi gas rumah kaca nasional, di pertemuan G20 di Pittsburgh dan COP-15 di Kopenhagen, Denmark, yaitu sebesar 26% pada tahun 2020 dengan upaya domestik
dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan bantuan internasional. Di dalam negeri, komitmen ini diterjemahkan menjadi Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang menetapkan program mitigasi nasional yang berasal
dari tiga sektor utama, yaitu kehutanan, energi dan limbah.
Namun, untuk semua ini tidaklah cukup kalau hanya wacana saja. Sekarang ini yang di butuhkan adalah aksi untuk mewujudkan semua ini. Karena masyarakat  sudah bosan dengan wacana-wacana yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintah selalu membuat wacana tanpa ada aksi nyata.

Maka dari itu, sekarang ini kita harus saling bahu-membahu untuk membangun Indonesia yang lebih kuat, terutama kuat akan energinya. Apabila energi dalam negeri kita kuat, maka kita akan menjadi negara yang mandiri dan di segani oleh negara lain. Karena sumber daya sudah ada, tinggal bagaimana pemerintah memanfaatkan semua sumber daya yang ada.

0 komentar:

Posting Komentar