Dunia sedang
menghadapi ancaman krisis energi global. Hal ini tentunya berdampak negatif
terhadap kelangsungan hidup manusia karena aktifitas manusia sekarang ini
bergantung pada energi. apabila energi tersebut tidak terpenuhi maka segala
aktivitas manusia akan lumpuh.
Berdasarkan data
IMF, sampai dengan tahun 2035, dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil.
Banyak event-event geopolitik yang
memperlihatkan bahwa ketahanan energi menjadi isu utama di masa depan. Kejadian
ini diakibatkan karena energi yang ada di alam semakin menipis.
Indonesia, negara yang katanya kaya akan sumber
daya alam, sekarang cadangan energinya semakin menipis yang disebabkan oleh
konsumsi masyarakat yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya subsidi energi
dari pemerintah yang sangat besar mencapai 25,2% sebanyak 300 triliyun rupiah
(APBN-P 2013). Akibatnya, masyarakat dengan mudah memperoleh BBM dengan harga
yang murah.
Selanjutnya,
APBN-P ini mendapat persetujuan dari DPR pada tanggal 17 juli 2013 dengan
menaikan harga BBM sebesar 44,4% untuk premium dan 22,2% untuk solar
bersubsidi. Kenaikan BBM yang tinggi ini diikuti dengan tambahan subsidi berupa
pemberian bantuan langsung subsidi minyak (BLSM) Rp.9,3 triliun untuk 15,5 juta
rumah tangga sasaran (RTS) dengan biaya cadangan BLSM Rp. 360 miliar.
Efek jangka
pendek dari menaikan harga BBM adalah menurunkan konsumsi BBM bersubsidi tetapi
realitanya malah membuat masyarakat menjadi susah. BBM menjadi langka, banyak
SPBU tutup sementara akibat stok dari pemerintah di batasi.
Pada tahun 2010
energi nasional masih didominasi oleh mineral dan batubara (Minerba) dengan
postur sebesar 94,3%. Kontribusi minyak bumi di dalam skema kebijakan energi
nasional harus di turunkan dari 54,78% di tahun 2005 menjadi sekitar 20% di
tahun 2030 dan 2050. Penurunan ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kebutuhan
kita terhadap energi fosil.
Berdasarkan
peristiwa di atas, pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya meningkatkan
peranan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). EBT sendiri di harapkan dapat
mengambil peran yang semakin signifikan dalam bauran energi nasional tetapi
kontribusi EBT dalam bauran energi nasional kurang mengembirakan. Pencapaian
EBT di 2011 dalam bauran energi nasional baru mencapai 4,2% atau 1,5% lebih
rendah dari proyeksi (KESDM.2006). Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya-upaya
percepatan perkembangan EBT untuk memberikan kontribusi 25% terhadap bauran
energi tahun 2025.
Solusi Kelangkaan Energi
Krisis energi memang sudah di
depan mata. Namun, bersikap panik bukanlah tindakan yang tepat. Sejumlah
langkah antisipatif bisa menjadi solusi. Salah satunya adalah energi bersih
yang bersahabat dengan alam. Energi bersih menjadi pilihan logis seiring makin
menipisnya sumber energi berbahan fosil. Investasi energi bersih dari tahun ke tahun meningkat. Plus, energi bersih
mampu, setidaknya, menekan perubahan iklim dan pemanasan global.
Soal energi bersih, Indonesia dianugerahi bahan
baku yang berlimpah. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan lainnya,
seperti biofuel dan bioethanol. Biofuel dan bioethanol merupakan energi
alternatif pengganti bensin dan solar. Keduanya terbuat dari sumber yang
terbarui seperti minyak sayur dan lemak hewan.
Perkembangan bahan bakar ini telah menjadi
bagian dari rancangan Indonesia untuk mengurangi impor energi dan meningkatkan
standar kualitas udara. Rencana untuk memproduksi 10 persen campuran bahan
bakar ethanol tinggi pada 2020 telah menggantikan impor minyak tanah sebesar
lebih dari 30 juta barel per tahun, umumnya untuk transportasi yang ada di Indonesia.
Selain itu Indonesia masih punya sumber-sumber energi terbarukan lainnya.
seperti tenaga hidro, tenaga laut, anginlaut, dan tenaga surya.
Sekarang tinggal
bagaimana cara kita mengelola ini semua. Menurut Menteri ESDM, Jero Wacik
pemanfaatan energi baru terbarukan sudah saatnya dioptimalkan. Beliau
berpendapat dengan pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan, merupakan jawaban terhadap semakin
meningkatnya kebutuhan energi dunia, ditengah semakin menurunnya cadangan
energi berbasis fosil yang tidak terbarukan. Untuk itu. di perlukan suatu
kerja sama antar pemangku kepentingan di bidang energi, seperti pemerintah, investor, praktisi lingkungan,
akademisi, media massa hingga masyarakat umum. Maka dari itu, semua pemangku
kepentingan ini harus berkolaborasi dan saling mendukung. Misalnya, pemerintah,
harus membuat peraturan yang mendukung iklim investasi. Di pihak lain, para investor bersedia untuk
menanamkan modal atau mentransfer teknologinya. Kalangan akademisi pun bisa
berkontribusi dalam riset dan penelitian. Media massa atau masyarakat luas juga
bisa menyampaikan saran serta kritiknya.
Harapan di Tangan Pemerintah
Meningk penggunaan energi terbarukan yang terbukti
lebih “bersih” daripada energi konvensional, tak terlepas dari peran pemerintah.
Sebagai penentu kebijakan, pemerintah suatu negara dapat mengarahkan strategi
atau program energi dalam negeri. Namun, kebijakan belum cukup bila tidak
disertai dengan komitmen tinggi.
Pemerintah
Indonesia juga telah memulai usahanya dalam kebijakan energi. Pemerintah,
sebagai contoh, saat ini tengah gencar-gencarnya mengkampanyekan hemat energi
dan penggunaan energi bersih. Seiring dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) sedang mengembangkan Inisiatif Energi Bersih untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil.
Ini sesuai dengan komitmen Presiden Republik
Indonesia (RI) untuk menurunkan
emisi gas rumah kaca nasional, di pertemuan G20 di Pittsburgh dan COP-15 di
Kopenhagen, Denmark, yaitu sebesar 26% pada tahun 2020 dengan upaya domestik
dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan bantuan internasional. Di dalam
negeri, komitmen ini diterjemahkan menjadi Rencana Aksi Nasional Pengurangan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang menetapkan program mitigasi nasional yang
berasal
dari tiga sektor utama, yaitu kehutanan, energi dan limbah.
Namun, untuk
semua ini tidaklah cukup kalau hanya wacana saja. Sekarang ini yang di butuhkan
adalah aksi untuk mewujudkan semua ini. Karena masyarakat sudah bosan dengan wacana-wacana yang dibuat
oleh pemerintah. Pemerintah selalu membuat wacana tanpa ada aksi nyata.
Maka dari itu,
sekarang ini kita harus saling bahu-membahu untuk membangun Indonesia yang
lebih kuat, terutama kuat akan energinya. Apabila energi dalam negeri kita
kuat, maka kita akan menjadi negara yang mandiri dan di segani oleh negara
lain. Karena sumber daya sudah ada, tinggal bagaimana pemerintah memanfaatkan
semua sumber daya yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar